Langsung ke konten utama

Kuis Besar I MKU Agama - Penulisan Artikel Populer


Hubungan antara Manusia dan Tuhan dalam Fenomena Sosial Indonesia Saat ini

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia dan Tuhan adalah dua hal yang saling berkaitan, hal ini sudah terjadi sejak manusia pertama di dunia datang ke bumi karena telah melanggar janji yang dibuat oleh Tuhan. Maka dari itu dia dihukum dan diturunkan ke bumi. Ini membutikan bahwa hubungan itu nyata menurut beberapa ayat dalam kitab suci Al-Quran dan Alkitab. Lalu setelah kedatangan manusia muncullah kepercayaan dan keyakinan yang masih belum dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini semua tidak terjadi dengan cepat, membutuhkan proses ratusan ribu tahun. Pada akhirnya lahirlah agama-agama yang pedomannya berbentuk dalam sebuah kitab suci. Agama itu dapat kita percayai dan yakini sebagai landasan dan pedoman untuk menjalani kehidupan dunia dan akhirat. Tetapi kehidupan beragama yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia sepertinya tidak demikian. Masyarakat terkadang lupa betapa pentingnya untuk tetap menjaga relasi antara Manusia dan Tuhan. Bahkan terkadang masyarakat mengabaikan hal-hal tersebut seperti yang telah diajarkan pada agamanya masing-masing. Inklusivisme dan Kesalehan Sosial akan dapat mempertahankan relasi itu bahkan membuat sikap toleransi antar umat beragama di Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Oleh sebab itu fenomena-fenomena sosial negatif di Indonesia yang sedang ramai dibicarakan memang seharusnya segera kita atasi dan tanggulangi agar tidak bercabang dan melebar kemana-mana. Lunturnya Inklusivisme dan Kesalehan Sosial merupakan dua aspek utama yang sangat berdampak besar terhadap fenomena sosial yang mengacu ke arah negatif. Bagaimanapun kita bisa mengatasi dari bagian yang kecil sekalipun, yaitu dimulai dari kesadaran diri sendiri.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Isi Tulisan
1)     Agama menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi kita semua. Setiap agama memiliki pedomannya sendiri yang dapat ditandai dengan kitab suci setiap umat beragama. “Al-Qur’an sudah menetapkan agama yang benar disisi Allah adalah Islam. Namun tidak berarti negara tidak boleh memberikan perlakuan yang sama kepada semua agama,” jelas Abdurrahman Wahid. Dari pernyataannya tersebut sudah jelas bahwa Indonesia adalah negara yang benar-benar menerapkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Survei Kerukunan Umat Beragama yang dilakukan oleh Balitbang Diklat Kemenag di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Tahun 2015, angka kerukunan antar umat beragama adalah 75,36. Sedangkan tahun 2016, angkanya adalah 75,47. Artinya ada peningkatan sebesar 0,12 (Kemenag, 2016). Tetapi mengapa fenomena sosial yang negatif masih sangat banyak terjadi di seluruh Indonesia. Bisa juga dikarenakan keanekaragaman yang ada di Indonesia. Badan Pusat Statistik merilis data pada 2010 yang menyebut ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar lebih dari 17 ribu pulau. Belum juga suku yang mungkin belum diketahui atau teridentifikasi karena sulitnya menjangkau suatu tempat. Keberagaman ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan budaya paling kaya. Di sisi lain, juga dapat memicu konflik bila tak dijembatan dengan baik. Bagaimanapun juga itu adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan harus kita terima dengan lapang dada. Bagi kebanyakan orang itu mungkin masih menjadi masalah yang juga bisa menyebabkan perpecahan di beberapa daerah sampai saat ini.
2)     Jika kita berbicara tentang fenomena sosial pasti contoh yang terkait didalamnya adalah seperti kepadatan penduduk, prostitusi, korupsi, kemiskinan, pelanggaran peraturan lalu lintas, unjuk rasa. Untuk contoh ysng positifnya adalah kegiatan mudik saat lebaran, saling bergotong royong saat terjadi bencana atau musibah, dan lainnya. Tetapi saat berbicara tentang fenomena sosial kehidupan beragama selalu masih ada saja yang berbau negatif. Contohnya adalah perusakan tempat ibadah yang lagi banyak terjadi di beberapa daerah Indonesia. Seperti Pura di Lumajang dirusak orang tak dikenal, tidak hanya satu tetapi tiga patung di Pura Mandhara Giri Semeru Agung dirusak oleh orang tak dikenal. Lalu terdapat perusakan masjid Baiturrahim di Tuban yang diserang dua orang. Dugaan ilmu menyimpang dan lainnya masih dikembangkan Polda Jatim. Ancaman bom di Kelenteng Kwan Tee Koen Karawang, Serangan Gereja Santa Lidwina di Sleman yang diduga pelaku terpengaruh radikalisme hingga melakukan aksi penyerangan ke tempat ibadah. Hal seperti inilah yang dapat memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Penyebabnya dapat berupa orang yang tidak dapat menerima perbedaan agama, kurangnya rasa toleransi atau bahkan hilang rasa toleransi antar umat beragama, pemikiran yang sempit, tercucinya otak oleh doktrin-doktrin dan lain sebagainya.
 Seperti salah satu ayat Al-Quran yaitu Q.S. Ar-Ruum [30]:41 yang mengatakan:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke Jalan yang benar).” Ayat ini menjelaskan bahwa manusia merupakan penyebab utama kerusakan yang ada di dunia dan setelah manusia merasakan dampaknya, kita disarankan olehNya untuk kembali ke Jalan yang benar. Maka dari itu perlunya kita untuk tetap mempertahankan kesalehan sosial dan inklusivisme kita.
3)     Contoh mengenai konflik keagamaan di Indonesia contohnya seperti dua kasus serangan brutal terhadap tokoh agama. Pertama penganiayaan ulama sekaligus Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) HR Prawoto, oleh orang tak dikenal pada kamis (1/2), hingga nyawanya tak diselamatkan. Kedua, penganiayaan pada ulama, tokoh NU, sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka Bandung, Jawa Barat, KH Umar Basri pada Sabtu (27/1). Hal ini sangat berkaitan dengan lunturnya nilai-nilai Inklusivisme dan Kesalehan Sosial. Kurangnya memperhatikan dan menghargai hak sesama bisa menjadi salah satu penyebab, yang dibutuhkan oleh kesalehan sosial adalah kita harus mampu berpikir berdarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, dan lain sebagainya. Juga kita harus menamkan sikap inklusivisme terutama lebih bersikap positif terhadap agama lain.




BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara dengan keanekaragaman yang sangat banyak dengan total 1000 suku lebih yang telah ditemukan dan yang masih menunggu untuk ditemukan. Dengan total ada 6 agama yang telah diakui di Indonesia yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu. Serta ajaran juga kepercayaan yang berjumlah ratusan dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia. Keberagaman itulah yang harusnya dapat menjadi pemersatu sebagaimana semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Bagaimanapun akan selalu ada yang dapat memecah belah persatuan jika kita goyah. Salah satu faktor utamanya adalah agama yang sering kali berbentuk fenomena sosial. Solusinya adalah sifat Inklusivisme dan Kesalehan Sosial yang harus tetap ada di dalam diri kita bahkan harus berkembang lebih baik dari sebelumnya. Contoh sifat seperti mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, menerima keberagaman dan bersikap positif bersamaan dengan toleransi yang tinggi terhadap agama lain akan membuat negara ini dapat membentengi diri dari pengaruh negatif apa saja dan dimana saja. Gotong royong dan bahu membahu sesama tanpa membedakan perbedaan yang ada akan membuat bangsa Indonesia lebih kokoh dari sebelumnya.
Demikianlah pembahasan dan penjelasan yang dapat saya sampaikan sejauh ini, semoga materi di atas dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan juga informasi para pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan baik dalam ejaan penulisan kata maupun kalimat yang kurang dapat dimengerti. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang kami peroleh. Sekian penutup dari saya semoga artikel populer ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian, terima kasih.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

4.1 Referensi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harry Potter and the Cursed Child Book Review By J. K. Rowling, Jack Thorne and John Tiffany

     The first Harry Potter story actually was began a long time ago. Started to officially released on public by June 26, 1997 (UK) and September 1, 1998 (US). And over time continues with a total of seven other series that amazingly all of them were very famous and got as best selling of fantasies novels in the eyes of fans, especially in the world of fiction and magic. Fortunately not only that, all of the novel version or book version, eventually became filmed and all of them succeeded in gaining the hearts of its fans. The movie was started on 2001, that is “Harry Potter and the Philosopher’s Stone” and finally ended up on 2011 as the last movie of its installment, that is “Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 2”. Just a little bit different from the novel version, Deathly Hallows became divided into two parts in the film. For me this makes people more curious about the sequel because it was divided into two parts which is something clever in my opinion.     Just

Poem Analysis – Nothing Gold Can Stay by Robert Frost

          Writing becomes one of the most essential aspects of our life. As humans, we write almost every day whether to express ourselves, persuade, or just simply to inform. Thus, in some ways, everyone is a writer. And we surely have done more than just those things in our daily lives. It can be lists, agendas, captions, emails, and instant messages as the most common writing. In the case of those whose life involves and requires writing every day like students, it’s different. Students need to write every day, whether to write an essay, article, and even thesis. By getting used to writing daily, you will sharpen your writing skills, vocabulary, and the flow of your writing. It might also make you communicate more concisely. Speaking of the writing benefits, poetry is another way to help enhance them. It will give you a deeper understanding of the language and allows you to see your writing differently. However, write poetry may seem too challenging at first, so preparation is a bet

Critical Analysis of Kite Runner – Postcolonial Criticism

  The Kite Runner (Khaled Hosseini's first novel of the three)           The Postcolonial Criticism is one of a kind from the other types of criticism. The reason I chose this is that I want to discuss more how the novel connects with the countries which have ever intervened with Afghanistan. Moreover, still intervening with the country in terms of the social condition, culture, and so on. The overall psychology of its inhabitants is also important. Because the former colonizer certainly has caused and left a lasting impact on the colonized country. Therefore, there must be a lot of changes and transformations in Afghanistan in many aspects as a whole. Afghanistan was a formerly colonized country of the British Empire. However, it was a long time ago before the novel was published, and even before the author was born. Afghanistan gained its independence from the British in 1919. Whereas Khaled Hosseini was born in 1965. So, we obviously see the long gap between the two here in whic